Ini adalah kali
kesekiannya rasa rindu menggerogotiku. Rindu. Satu kata yang berulang-ulang
muncul dibenakku. Namun apa daya? Apa yang bisa aku lakukan? Apakah aku harus
mengatakan kepadanya bahwa aku rindu? Ah...jangan
bercanda. Stok gengsiku sudah cukup terbatas untuk kulepaskan begitu saja. Aku
tidak akan mungkin menghubungi dia, kemudian mengatakan bahwa aku sedang
merindukannya. Selain merasa berdosa, pasti rasa malu yang cukup dahsyat akan
menyerangku. Lupakan saja soal mengatakan kepadanya bahwa aku kangen.
Ingin rasanya mencurahkan luapan rasaku ini kedalam
sebuah tulisan sebagaimana mana biasa hal yang aku lakukan jika aku merasakan
sesuatu yang membuat perasaanku sedikit
tidak normal. Kunyalakan laptop hitam kesayanganku dan segera membuka Microsoft
Word. Jemariku mulai bergerak lincah menyusun kata demi kata hingga tanpa sadar
aku sudah menyusun satu paragraf pendek. Tampaknya rindu kali ini tidak cukup
mengantarkan aku menjadi pujangga semalam. Tulisanku terhenti. Aku tidak mampu
merangkai kata untuk mengungkapkan perasaan campur aduk yang aku rasakan pada episode
rinduku malam ini.
Tiba-tiba teringat bahwa dua tahun yang lalu aku masih rajin
menulis, menyampaikan keluh kesahku dalam sebuah blog pribadi yang memang
sengaja tidakku-publish. Alangkah
menariknya jika aku kembali membuka tulisan-tulisan lama yang pernah aku buat,
aku bisa kembali merasakan emosiku waktu itu. Perlahan aku masukkan alamat blogku
di mesin pencari. Sebuah tampilan biru dengan kombinasi bunga berwarna putih
perlahan muncul. Ada ratusan tulisan disana. Itu berarti bahwa telah ratusan
kali kuungkapkan gejolak dan dinamika rasaku di blog ini.
Kamu datang bagaikan hujan
Membahasahi aku tanpa aku sempat menolak
Kau buat aku terbiasa dengan rintik-rintikmu
Kemudian kamu reda
Awalnya aku berpikir bahwa kamu bukan apa-apa
Hanya sekedar anak alam
Hingga aku tersadar bahwa aku kuyup dan kamu berlalu
Yaa.....basah kuyup ini adalah jejakmu
Dan membekas
Hingga aku tersadar bahwa kamu adalah sesuatu
Ya, kamu hujan...
Kamu datang dan pergi begitu saja...
Dan kamu sempat memberi tanda padaku
Ya, aku basah karena hujan
Kuyup ini mengingatkanku padamu
Kamu tak sekedar datang dan pergi seperti yang aku tau
Kamu masuk dalam ingatanku
Aku tak punya harapan apapun
Jika memang kamu harus berlalu...
Semoga kuyup ini segera
kering...
Siang itu, aku mendatangi sebuah gedung yang tidak jauh
dari kampusku hanya untuk menemani seorang teman yang akan menjalani sesi
wawancara sebuah UKM, sekedar menemani.
Setelah beberapa menit menunggu, ada derap langkah di tangga menuju lantai dua,
tempat aku dan beberapa calon anggota yang akan di wawancara menunggu. Pemilik
langkah itu ternyata si pewawancara, laki-laki berkemeja dan celana bahan
nuansa coklat. Emm....ada suatu yang lain saat aku melihatnya. Entahlah.....aku
tidak bisa menjelaskan apa itu, yang aku tahu hanya ada yang berbeda. Bukti
dari perbedaan itu, aku bisa mengingat awal aku melihat dan bertemu dengannya,
semoga ini cukup menjelaskan kesan pertamaku bertemu dengannya.
Tidak lebih tiga bulan dari pertama kali aku menginjakkan
kaki di gedung itu, akhirnya setelah beberapa pertimbangan ditambah lagi dengan
informasi dan pejelasan positif dari Nunu, temanku yang lebih dulu telah
bergabung, aku memutuskan untuk bergabung di organisasi yang sama, tidak mau
menunda lagi.
Mataku mulai mencari-cari Nunu, pertanda sesi wawancaraku sudah
selesai. Aku memberi tanda bahwa aku siap untuk kembali ke kampus. Nunu mendekatiku,
sambil melangkah keluar ruangan, dia menghampiri kumpulan cowok yang dari tadi
cukup ramai, “aku ke Kabid-ku bentar ya Li”. Nunu menghampiri salah seorang
diantara mereka dan berbincang selama beberapa menit. Wah..aku bertemu dengan laki-laki
berkemeja coklat yang derap langkahnya terngiang-ngiang ditelingaku itu, lagi.
Siang ini dia mengenakan batik. “Ternyata dia Kabid-nya Nunu”, batinku. Sempat
beradu pandang dengannya beberapa detik, seperti biasa aku hanya bisa tersenyum
canggung. Pembicaraan mereka pun selesai, Nunu pamit pada kabidnya. Si kabid bertanya,
“temenmu Nu?”. “Iya mas”, jawab Nunu ringan sambil jalan. Aku tersenyum sungkan
ke kumpulan orang yang ada disana. Untuk
kedua kalinya aku merasakan bahwa ada yang berbeda saat aku melihat dia. “Mungkin
hanya perasaanku saja”, aku membatin seraya melangkah keluar mengikuti Nunu.
_____________________>>.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar